Arus Bolak Balik
Sumber arus bolak-balik adalah generator arus bolak-balik yang
prinsip kerjanya pada perputaran kumparan dengan kecepatan sudut ω yang berada
di dalam medan magnetik. Sumber ggl bolak-balik tersebut akan menghasilkan
tegangan sinusoida berfrekuensi f. Dalam suatu rangkaian listrik, simbol untuk
sebuah sumber tegangan gerak elektrik bolak-balik adalah :
Tegangan sinusoida dapat dituliskan dalam bentuk persamaan
tegangan sebagai fungsi waktu, yaitu:
V = Vm .sin 2 π .f.t
(1.0)
Tegangan yang dihasilkan oleh suatu generator listrik berbentuk
sinusoida. Dengan demikian, arus yang dihasilkan juga sinusoida yang mengikuti
persamaan:
I = Im .sin 2 π .f.t
(1.1)
dengan Im adalah arus puncak dan t adalah waktu.
Untuk menyatakan perubahan yang dialami arus dan tegangan secara
sinusoida, dapat dilakukan dengan menggunakan sebuah diagram vektor yang
berotasi, yang disebut diagram fasor. Istilah fasor menyatakan vektor berputar
yang mewakili besaran yang berubah-ubah secara sinusoida. Panjang vektor
menunjukkan amplitudo besaran, dan vektor ini dibayangkan berputar dengan
kecepatan sudut yang besarnya sama dengan frekuensi sudut besaran. Sehingga,
nilai sesaat besaran ditunjukkan oleh proyeksinya pada sumbu tetap. Cara ini
baik sekali untuk menunjukkan sudut fase antara dua besaran. Sudut fase ini
ditampilkan pada sebuah diagram sebagai sudut antara fasor-fasornya.
Gambar 1 : Diagram fasor arus dan tegangan berfase sama.
Gambar 1 diatas memperlihatkan diagram fasor untuk arus
sinusoida dan tegangan sinusoida yang berfase sama yang dirumuskan pada
persamaan (1.0) dan (1.1). Ketika di kelas X kita telah mempelajari dan
mengetahui bahwa:
(1.3)
yang menyatakan akar kuadrat rata-rata tegangan. Dan akar
kuadrat rata-rata arus, yang dirumuskan:
(1.4)
Nilai rms dari arus dan tegangan tersebut kadang-kadang disebut
sebagai “nilai efektif ”.
1. Rangkaian Resistor
Gambar 2 : (a) Rangkaian dengan sebuah elemen penghambat. (b)
Arus berfase sama dengan tegangan. (c) Diagram fasor arus dan tegangan.
Gambar 2(a) memperlihatkan sebuah rangkaian yang hanya memiliki
sebuah elemen penghambat dan generator arus bolak-balik. Karena kuat arusnya
nol pada saat tegangannya nol, dan arus mencapai puncak ketika tegangan juga
mencapainya, dapat dikatakan bahwa arus dan tegangan sefase (Gambar 2(b)).
Sementara itu, Gambar 2(c) memperlihatkan diagram fasor arus dan tegangan yang
sefase. Tanda panah pada sumbu vertikal adalah nilai-nlai sesaat. Pada
rangkaian resistor berlaku hubungan:
VR = Vm .sin 2 π .f.t
VR = Vm .sin ω t
Jadi,
IR = Im .sin
ω t
(1.5)
Sehingga, pada rangkaian resistor juga akan berlaku hubungan
sebagai berikut:
(1.6)
(1.7)
2. Rangkaian Induktif
Gambar 3 : (a) Rangkaian induktif (b) Arus berbeda fase dengan
tegangan (c) Diagram fasor arus dan tegangan yang berbeda fase.
Gambar 3 diatas memperlihatkan sebuah rangkaian yang hanya
mengandung sebuah elemen induktif. Pada rangkaian induktif, berlaku hubungan:
(1.8)
V = Vm sin ωt
(1.9)
Tegangan pada induktor VL setara dengan tegangan
sumber V, jadi dari persamaan (1.8) dan (1.9) akan diperoleh:
(1.10)
diketahui bahwa:
maka:
(1.11)
Jika ω L = 2 π fL didefinisikan sebagai reaktansi induktif (X L
), maka dalam suatu rangkaian induktif berlaku hubungan sebagai berikut:
(1.12)
(1.13)
Perbandingan persamaan (1.9) dan (1.11) memperlihatkan bahwa
nilai VL dan IL yang berubah-ubah
terhadap waktu mempunyai perbedaan fase sebesar seperempat siklus. Hal ini
terlihat pada Gambar 3(b), yang merupakan grafik dari persamaan (1.9) dan
(1.11). Dari gambar terlihat bahwa VL mendahului IL , yaitu dengan berlalunya waktu, maka VL mencapai maksimumnya sebelum IL mencapai maksimum, selama seperempat siklus. Sementara itu, pada
Gambar 3(c), pada waktu fasor berotasi di dalam arah yang berlawanan dengan
arah perputaran jarum jam, maka terlihat jelas bahwa fasor VL ,m mendahului fasor IL,m selama seperempat
siklus.
3. Rangkaian Kapasitor
Gambar 4 : (a) Rangkaian kapasitif. (b) Perbedaan potensial
melalui
kapasitor terhadap arus. (c) Diagram fasor rangkaian kapasitif.
Gambar 4 memperlihatkan sebuah rangkaian yang hanya terdiri atas
sebuah elemen kapasitif dan generator AC. Pada rangkaian tersebut berlaku
hubungan:
Vc = V = Vm .sin ω t
(1.14)
Dari definisi C diperoleh hubungan bahwa VC = Q/C, maka akan diperoleh:
Q = C.Vm .sin ω t
atau
(1.15)
Diketahui bahwa:
maka akan diperoleh:
(1.16)
Jika didefinisikan sebuah reaktansi kapasitif (XC), adalah setara dengan :
maka dalam sebuah rangkaian kapasitif akan berlaku hubungan
sebagai berikut:
(1.17)
(1.18)
Persamaan (1.14) dan (1.15) menunjukkan bahwa nilai VC dan LC yang berubah-ubah terhadap waktu adalah
berbeda fase sebesar seperempat siklus. Hal ini dapat terlihat pada Gambar
4(b), yaitu VC mencapai maksimumnya setelah IC mencapai maksimum, selama seperempat siklus. Hal serupa juga
diperlihatkan pada Gambar 4(c), yaitu sewaktu fasor berotasi di dalam arah yang
dianggap berlawanan dengan arah perputaran jarum jam, maka terlihat jelas bahwa
fasor VC, m tertinggal terhadap fasor IC,m selama seperempat siklus.
4. Rangkaian Seri RLC
Pada bagian sebelumnya telah dibahas mengenai
rangkaian-rangkaian R, C, dan L yang dihubungkan terpisah. Maka pada bagian ini
kita akan membahas sebuah rangkaian seri yang di dalamnya terdapat ketiga
elemen tersebut, yang sering disebut rangkaian seri RLC, seperti ditunjukkan
pada Gambar 5.
Gambar 5 : Sebuah rangkaian seri RLC.
Berdasarkan persamaan berikut:
V = Vm .sin 2 π .f.t
Tegangan gerak elektrik untuk Gambar 5 diberikan oleh persamaan:
V = Vm .sin ω t
(1.19)
Arus (tunggal) di dalam rangkaian tersebut adalah:
I = Im .sin ( ωt − φ )
(1.20)
Dengan ω adalah frekuensi sudut tegangan gerak elektrik
bolak-balik pada persamaan (1.19). Im adalah amplitudo arus
dan φ menyatakan sudut fase di antara arus bolak- balik pada persamaan (1.20)
dan tegangan gerak elektrik pada persamaan (1.19). Pada Gambar 5 tersebut akan
berlaku persamaan:
V = VR + VC +
VL
(1.21)
Gambar 6 : Diagram fasor yang bersesuaian dengan Gambar 5.
Setiap parameter merupakan kuantitas-kuantitas yang berubah-ubah
terhadap waktu secara sinusoida. Diagram fasor yang diperlihatkan pada Gambar 6
menunjukkan nilai-nilai maksimum dari I, VR , VC, dan VL. Proyeksi- proyeksi fasor pada sumbu vertikal
adalah sama dengan V, seperti yang dinyatakan pada persamaan (1.21).
Sebaliknya, dinyatakan bahwa jumlah vektor dari
amplitudo-amplitudo fasor VR,m , VC,m , dan VL,mmenghasilkan sebuah fasor yang amplitudonya adalah V pada
persamaan (1.19). Proyeksi Vm pada sumbu vertikal,
merupakan V dari persamaan (7.20) yang berubah terhadap waktu. Kita dapat
menentukan Vm pada Gambar 7, yang di dalamnya telah
terbentuk fasor V L,m - V C,m . Fasor tersebut tegak lurus pada VR,m , sehingga akan diperoleh:
(1.22)
Kuantitas yang mengalikan I m disebut impedansi (Z) rangkaian pada Gambar 6. Jadi, dapat
dituliskan:
(1.23)
Diketahui bahwa:
Maka dari persamaan (1.22) dan (1.23) akan diperoleh:
(1.24)
Untuk menentukan sudut fase φ di antara I dan V, dapat dilakukan
dengan membandingkan persamaan
(7.19) dan (7.20). Dari Gambar 6 dapat kita tentukan bahwa sudut
φ dinyatakan:
(1.25)
Gambar 7 : Diagram fasor memperlihatkan hubungan antara V dan I
pada persamaan (1.19) dan (1.20).
Pada Gambar 7 menunjukkan nilai XL > XC , yaitu bahwa rangkaian seri dari Gambar 5
lebih bersifat induktif daripada bersifat kapasitif. Pada keadaan ini Vm mendahului Im ,walaupun tidak sebanyak seperempat siklus
seperti pada rangkaian induktif murni. Sudut fase φ pada persamaan (1.25)
adalah positif.
Tetapi, jika XC > XL , maka rangkaian tersebut akan lebih bersifat kapasitif daripada
bersifat induktif, dan Vmakan tertinggal terhadap Im (walaupun tidak sebanyak seperempat siklus seperti pada
rangkaian kapasitif murni). Berdasarkan perubahan ini, maka sudut φ pada
persamaan (1.25) akan menjadi negatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar